Category Archives: Tax Looks

Segala hal tentang perpajakan

Transfer Pricing : Nilai Wajar atas Transaksi Khusus

Salah satu dari wujud transfer harga adalah melalui pemanfaatan jasa dari luar negeri, pemanfaatan aktiva tidak berwujud ataupun pengalihan aktiva tidak berwujud. Berikut ini adalah kondisi yang harus ada agar transaksi tersebut dianggap telah memenuhi kewajaran dan kelaziman uhasa sbb.:

No

Transaksi

Dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi

1. Transaksi jasa yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk juga biaya/pengeluaran :

  1. kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan induk,
  2. kewajiban pelaporan perusahaan induk,
  3. perolehan dana/modal yang dipergunakan untuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan dalam kelompok usaha
 

  1. penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi ;
  2. terdapat manfaat ekonomis atau komersial dari perolehan jasa ; dan
  3. nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding, atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya.
2. Transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
  1. transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud benar-benar terjadi ;
  2. terdapat manfaat ekonomis atau komersial ; dan
  3. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa mempunyai nilai yang sama dengan transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding dengan menerapkan Analisis kesebandingan dan menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi.
3. Transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
  1. transaksi pengalihan harta tidak berwujud benar-benar terjadi ; dan
  2. nilai pengalihan harta tidak berwujud antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan istimewa sama dengan nilai pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding.

 

Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup :

  1. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha,struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional kegiatan usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran Iingkungan usaha;
  2. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya;
  3. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang diperjualbelikan, hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian, dan strategi usaha;
  4. pembanding yang terpilih; dan
  5. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak. Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Transfer Pricing : Langkah-Langkah Penentuan Metode Harga Transfer Yang Tepat

Penetuan metode harga transfer harus dilakukan secara hierarkis/bertahap secara berurutan dimulai dari metode CUP, RPM, CPM, PSM dan TNMM. Jika Metode CUP tidak sesuai kriteria, maka penentuan diteruskan dengan metode RPM, jika Metode RPM ternyata cocok dengan kriteria/kondisi usaha Wajib Pajak, maka Wajib Pajak tidak perlu melanjutkan penelitian metode harga transfer yang selanjutnya. Apabila tidak ada satupun metode cocok dengan kondisi usaha Wajib Pajak, maka dapat menerapkan metode TNMM. Masing-masing metode mempunyai kondisi yang harus dipenuhi agar dapat dipakai untuk mendapatkan Harga Transfer yang tepat sbb.:

  Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Transfer Pricing : Langkah-Langkah Penerapan Analisis Kesebandingan

Berikut ini adalah faktor-faktor identifikasi data pembanding yang akan diperbandingkan sbb:

Analisis Tingkat Kesebandingan Data Pembanding Eksternal
No Unsur/Faktor kesebandingan Sub Faktor yang di identifikasi dan perbandingkan
1 Karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud yang diperjualbelikan, termasuk jasa a. karakteristik barang/harta berwujud
  1. ciri-ciri fisik barang ;
  2. kualitas barang ;
  3. daya tahan barang ;
  4. tingkat ketersediaan barang ; dan
  5. jumlah penawaran barang.
b. karakteristik barang/harta tidak berwujud
  1. jenis transaksi ;
  2. jenis barang tidak berwujud yang diserahkan
  3. jangka waktu dan tingkat perlindungan yang diberikan
  4. potensi manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan barang
  5. tidak berwujud tersebut
c. Jasa
  1. sifat dan jenis jasa ; dan
  2. cakupan pemberian jasa
2 Fungsi masing-masing pihak yang melakukan transaksi
  1. struktur organisasi ;
  2. fungsi-fungsi utama yang dijalankan oleh suatu perusahaan seperti desain,pengolahan, perakitan, penelitian, pengembangan,pelayanan, pembelian, distribusi, pemasaran, promosi, transportasi,keuangan, dan manajemen ;
  3. jenis aktiva yang digunakan atau akan digunakan seperti tanah, bangunan, peralatan, dan harta tidak berwujud, serta sifat dari aktiva tersebut seperti umur, harga pasar, dan lokasi
  4. risiko yang mungkin timbul dan harus ditanggung oleh masing masing pihak yang melakukan transaksi seperti risiko pasar, risiko kerugian investasi, dan risiko keuangan.
3 Ketentuan-ketentuan dalam kontrak/perjanjian Tingkat tanggung jawab, risiko, dan keuntungan yang dibagi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa
4 Keadaan ekonomi Keadaan geografis, luas pasar, tingkat persaingan,tingkat permintaan dan penawaran, serta tingkat ketersediaan barang ataujasa pengganti
5 Strategi usaha Inovasi dan pengembangan produk baru, tingkat diversifikasi barang/jasa, tingkat penetrasi pasar, dan kebijakan-kebijakan usaha lainnya.

Transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap sebanding Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Transfer Pricing : Langkah Langkah Menerapkan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha

’Pada umumnya pengusaha, dalam menetapkan harga transfer, tidak memiliki kebijakan harga transfer yang standar sesuai dengan guidance dari OECD. Hal ini dapat dimengerti karena dalam praktek usaha semua kebijakan penetapan harga jual ataupun beli cenderung ditetapkan oleh perusahaan afiliasi di manca negara sebagai pemegang saham dominan”

Langkah Langkah Menerapkan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha

Konon kabarnya terdapat beberapa perusahaan multi nasional yang melakukan praktek transfer harga yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan kelaziman usaha, sehingga bisa terjadi sebuah perusahaan yang telah berdiri lebih dari lima tahun selalu menderita rugi fiscal tapi tetap bisa eksis beroperasi sampai dengan saat ini.

Tidak adanya kebijakan harga transfer yang jelas yang dipakai pengusaha (baca Wajib Pajak) bisa mengakibatkan terjadinya koreksi fiscal oleh pemeriksa pajak, yang kemudian akan berujung ke pengajuan Keberatan dan dilanjutkan ke pengajuan Banding di Pengadilan Pajak. Kebijakan Transfer Pricing yang dipakai oleh aparat perpajakan adalah mengacu kepada kebijakan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor Per-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa, yang juga sesuai dengan  Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations yang diterbitkan oleh Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD).

Kebijakan harga transfer yang disarankan adalah :

  1. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen comparable uncontrolled price (CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding;
  2. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar;
  3. Metode biaya-plus (cost plus methode / CPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;
  4. Metode pembagian laba (profit split method / PSM) adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai HubunganIstimewa;
  5. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

Pengusaha dapat memilih salah satu metode harga transfer yang paling sesuai dengan kondisi usahanya untuk dijadikan sebagai pedoman dalam menetapkan harga transfer yang wajar ketika melakukan transaksi dengan perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa.

Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

  1. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding ;
  2. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ;
  3. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa ; dan
  4. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlaku.

Dalam melaksanakan analisis kesebandingan antara data pembanding dari transaksi yang independen dengan data transaksi dengan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa harus memperhatikan faktor-faktor sbb:

Bersambung..

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Persyaratan Formal Gugatan dan Banding Perpajakan di Pengadilan Pajak

“Bagi Wajib Pajak yang akan mengajukan banding atau gugatan ke Pengasilan Pajak kira-kira persyaratan inilah yang menjadi pedoman (di Direktorat Jenderal Pajak) yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak

Persyaratan Formal Gugatan

  1. Gugatan diajukan dengan surat gugatan dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak,
  2. Gugatan dilakukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima surat keputusan yang digugat atau dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan pajak,
  3. Terhadap 1 (satu) objek gugatan diajukan 1 (satu) surat gugatan,
  4. Gugatan diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal terima Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak serta mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang diajukan gugatan,
  5. Bersama surat gugatan dilampirkan salinan dokumen yang digugat,
  6. Surat gugatan ditanda tangani oleh pemohon gugatan atau kuasanya yang dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Persyaratan Formal Banding

  1. Banding diajukan dengan surat banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak,
  2. Banding dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima surat keputusan dibanding,
  3. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding,
  4. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal terima Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak serta mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang diajukan banding,
  5. Bersama surat banding dilampirkan salinan surat keputusan yang dibanding
  6. Bersama surat banding dilampirkan bukti pembayaran 50% atas pajak yang terutang (khusus berlaku untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya saja),
  7. Pada surat banding dilampiri bukti pembayaran atas pajak yang masih harus dibayar sesuai yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (berlaku khusus untuk tahun pajak 2008 dan seterusnya saja),
  8. Surat banding ditanda tangani oleh pemohon banding atau kuasanya dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Sumber :

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ./2010 tentang Prosedur Penanganan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan Persiapan Menghadiri Persidangan Banding atau Gugatan di Pengadilan Pajak

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Syarat Formal Dan Material Faktur Pajak PPN

Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak. Agar Faktur Pajak dapat berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Faktur Pajak harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan formal dan persyaratan material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN yang berbunyi: ”Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”.

Berdasarkan penjelasan Pasal 13 ayat (9), Faktur Pajak dikatakan telah memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 13 ayat (5) yaitu Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Baca lebih lanjut

2 Komentar

Filed under Tax Looks

Berbagai Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Apakah Pajak Masukan itu? Pajak Masukan dapat dijelaskan secara sederhana sebagai Pajak Pertambahan Nilai yang harus Wajib Pajak bayar saat mendapatkan/memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Istilah Pajak Masukan sangat erat kaitannya dari mekanisme pemungutan, pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai. Metode pengkreditan Pajak Masukan berkaitan dengan salah satu prinsip pengenaan PPN, yaitu PPN pada hakikatnya hanya dikenakan pada perubahan nilai tambah dari BKP dan/atau JKP dalam setiap tingkatan rantai produksi dan distribusi dari BKP dan/atau JKP tersebut, dan hakekatnya penanggung terakhir dari beban Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumen akhir. Berdasarkan Pasal 1 UU PPN definisi Pajak Masukan adalah :

”Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak”

Mengingat pengenaan PPN hanya atas nilai tambah dan penanggung beban pajak yang sesungguhnya adalah konsumen akhir, maka dalam setiap rantai produksi dan distribusi BKP atau JKP berlaku mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran yang dihitung per masa pajak dengan hasil akhir sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) UU PPN sebagai berikut :

  • Pasal 9 ayat (3) : ”Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak”.
  • Pasal 9 ayat (4) : ”Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya”.

mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran menjadikan produsen dan distributor hanya Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (tulisan ke-2)

Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak menjadi sarana bagi Wajib Pajak untuk memperoleh kembali dana yang telah terlanjur dibayarkan, namun berlebih, dalam waktu yang relatif singkat yaitu satu bulan.

Terjadinya Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai

Kelebihan Pajak terjadi apabila terdapat :

  1. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a), ayat (4b) dan ayat (4c) Undang-Undang PPN; atau
  2. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang PPN, dalam hal ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

Pengembalian pendahuluan kelebihan pajak

Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu, Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dan Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah berhak mendapatkan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Pengusaha Kena Pajak mengajukan permintaan pengembalian kelebihan pajak yaitu dengan mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara mengisi kolom “Dikembalikan (restitusi)” pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang menyatakan lebih bayar, atau dengan cara membuat surat permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitus) dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak. Surat permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Restitusi Pajak Pertambahan Nilai

“Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya” demikian bunyi Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, menjelaskan secara umum kondisi yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

Restitusi atau pengembalian kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan yang menetapkan adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa adalah wajib dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status pembayaran pajak dari Pengusaha Kena Pajak.

Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak telah memberikan fasilitas pembayaran pendahuluan kelebihan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa melalui proses pemeriksaan. Sehingga dalam rangka pengembalian kelebihan pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat dibedakan menjadi :

  1. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;
  2. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 C Undang-Undang KUP;
  3. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP; dan
  4. Pengusahan Kena Pajak selain telah disebut diatas

Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada nomor 1, 2 dan 3 pemerintah memberikan fasiltas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa melalui proses pemeriksaan, cukup melalui proses penelitian. Setelah proses penelitian selesai Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yaitu surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak untuk Wajib Pajak Tertentu. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010, proses pengembalian kelebihan pajak harus selesai dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima lengkap.

Kepada Pengusaha Kena Pajak selain termasuk dalam tiga kriteria pertama, pengembalian kelebihan pajak diberikan setelah melalui proses pemeriksaan. Setelah proses pemeriksaan selesai Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Proses pemeriksaan harus sudah selesai dalam jangka waktu paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima. Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Tax Looks

Pengusaha Kena Pajak Gagal Produksi

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak yang berstatus PKP wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM atas setiap penyerahan dan perolehan BKP dan/atau JKP.

Pengusaha Kena Pajak yang melaksanakan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada PKP lain atau melakukan ekspor BKP dan/atau JKP, wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN, faktur pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak dalam hal ini dikenal sebagai Faktur Pajak Keluaran (PK). Selanjutnya apabila Wajib Pajak sebagai PKP melakukan pembelian/memperoleh BKP dan/atau JKP dari PKP lain atau melakukan impor BKP dan/atau JKP, maka Wajib Pajak tersebut wajib melunasi PPN yang terutang dan kepadanya akan diberikan faktur pajak yang dalam hal dikenal sebagai Faktur Pajak Masukan (PM).

Mekanisme pembayaran dan pelaporan PPN adalah dengan cara menjumlahkan PK dan PM pada suatu masa pajak yang sama (bulan yang sama) untuk kemudian mengkurangkan PK dengan PM (fungsi PM sebagai kredit pajak), apabila PK lebih besar maka timbul PPN kurang bayar sebaliknya apabila PM lebih besar maka PPN pada masa tersebut menjadi lebih bayar. Kelebihan PPN pada suatu masa dapat dimintakan pengembalian (restitusi) atau dapat juga dikompesasikan ke masa pajak yang akan datang.

Pada dasarnya Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak keluaran pada Masa Pajak yang sama, yang artinya pengeluaran WP untuk membeli BKP dan/atau JKP harus ada hubungannya dengan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh WP tersebut. Namun, bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, Pajak Masukan (PM) atas perolehan dan/atau impor barang modal diperkenankan untuk dikreditkan dengan ketentuan PM tersebut bukan atas perolehan BKP selain barang modal dan tidak mengalami gagal produksi sebagaimana dimaksudkan Pasal 9 ayat (6a) UU PPN. Berikut  bunyi pasal 9 ayat (2a) dan ayat (6a) : Baca lebih lanjut

1 Komentar

Filed under Tax Looks