Pengusaha Kena Pajak Gagal Produksi

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Wajib Pajak yang berstatus PKP wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM atas setiap penyerahan dan perolehan BKP dan/atau JKP.

Pengusaha Kena Pajak yang melaksanakan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada PKP lain atau melakukan ekspor BKP dan/atau JKP, wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN, faktur pajak yang diterbitkan oleh Wajib Pajak dalam hal ini dikenal sebagai Faktur Pajak Keluaran (PK). Selanjutnya apabila Wajib Pajak sebagai PKP melakukan pembelian/memperoleh BKP dan/atau JKP dari PKP lain atau melakukan impor BKP dan/atau JKP, maka Wajib Pajak tersebut wajib melunasi PPN yang terutang dan kepadanya akan diberikan faktur pajak yang dalam hal dikenal sebagai Faktur Pajak Masukan (PM).

Mekanisme pembayaran dan pelaporan PPN adalah dengan cara menjumlahkan PK dan PM pada suatu masa pajak yang sama (bulan yang sama) untuk kemudian mengkurangkan PK dengan PM (fungsi PM sebagai kredit pajak), apabila PK lebih besar maka timbul PPN kurang bayar sebaliknya apabila PM lebih besar maka PPN pada masa tersebut menjadi lebih bayar. Kelebihan PPN pada suatu masa dapat dimintakan pengembalian (restitusi) atau dapat juga dikompesasikan ke masa pajak yang akan datang.

Pada dasarnya Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak keluaran pada Masa Pajak yang sama, yang artinya pengeluaran WP untuk membeli BKP dan/atau JKP harus ada hubungannya dengan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh WP tersebut. Namun, bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi berdasarkan Pasal 9 ayat (2a) UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, Pajak Masukan (PM) atas perolehan dan/atau impor barang modal diperkenankan untuk dikreditkan dengan ketentuan PM tersebut bukan atas perolehan BKP selain barang modal dan tidak mengalami gagal produksi sebagaimana dimaksudkan Pasal 9 ayat (6a) UU PPN. Berikut  bunyi pasal 9 ayat (2a) dan ayat (6a) :

”Pasal 9 ayat (2a)

Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan”

Yang dimaksud dengan Barang Modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, yang menurut tujuan semula tidak untuk Diperjualbelikan. Selanjutnya oleh karena WP masih dalam tahapan investasi dan belum beroperasi, maka WP tidak memilki Pajak Keluaran, oleh karenanya Pajak Masukan yang sudah dibayar pada saat perolehan barang modal akan menjadi lebih bayar. Atas kelebihan pembayaran PPN tersebut WP dapat meminta pengembalian PPN dengan mengajukan restitusi PPN.

”Pasal  9 (6a)

Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan Pajak Masukan dimulai”

Kriteria Gagal Produksi

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2010 Tentang Saat Penghitungan Dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan Yang Telah Dikreditkan Dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi adalah sebagai berikut:

yang pertama suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha utama sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:

  1. penyerahan Barang Kena Pajak;
  2. penyerahan Jasa Kena Pajak;
  3. ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau
  4. ekspor Jasa Kena Pajak,

yang berasal dari hasil produksinya sendiri. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-16/Pj/2009 Tentang Pelaksanaan Analisis Risiko Dalam Rangka Pemeriksaan Atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar mendefinisikan produsen sebagai :

”..Pengusaha Kena Pajak yang paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penyerahan tahun sebelumnya merupakan produksi yang dihasilkan dari mesin dan/atau peralatan pabrik yang dimiliki sendiri”

kedua adalah suatu keadaan dari Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha utama Pengusaha Kena Pajak selain produsen sebagaimana dimaksud pada huruf a, apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:

  1. penyerahan Barang Kena Pajak;
  2. penyerahan Jasa Kena Pajak;
  3. ekspor Barang Kena Pajak; dan/atau
  4. ekspor Jasa Kena Pajak.

Cara Pengembalian

Pembayaran kembali Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan keterangan dalam SSP sbb:  “Pembayaran kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian” dan disetorkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat gagal berproduksi.

Sanksi Bunga

Apabila WP Tidak melakukan pembayaran kembali PM yang telah dikreditkan, maka kepadanya akan dikenakan sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 14 Ayat (5) UU KUP dengan cara Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP).

1 Komentar

Filed under Tax Looks

1 responses to “Pengusaha Kena Pajak Gagal Produksi

  1. uthe

    bagaimana pendapat rekan2 sehubungan dengan kebijakan tsb? dan kalo dipikir2, ada gak sih potensi masalahnya nanti di lapangan?

Tinggalkan komentar